Kemitraan
Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) di tengah Polemik Freeport
Indonesia
sebagai negara terbesar di Asia Tenggara tentunya memiliki peran dalam
pembangunan dunia. Dengan kekayaan yang dimiliki tanah Indonesia, Indonesia
menjadi permata yang dilirik oleh banyak negara. Indonesia yang masih menjadi negara
berkembang membutuhkan bantuan dari negara-negara lain untuk membangun
perekonomiannya dan untuk menghadapi era globalisasi.
Globalisasi
yang melanda seluruh dunia ini menimbulkan bahaya dan harapan. Proses
globalissi yang meliputi semua aspek kehidupan modern (ekonomi, politik dan
cultural) tercermin dalam kesadaran sosial (kutipan buku sosiologi perubahan
sosial halaman 112 piotr sztompka sosiologi perubahan sosial th 1993 edisi
pertama cetakan ke 4 jakarta prenada 2008).
Dari globalisasi ini terjalinlah hubungan bilateral maupun multilateral
yang dilakukan Indonesia dengan negara-negara lain. Salah satu hubungan
bilateral Indonesia adalah denga negara adikuasa yaitu AS. Indonesia berhubungan
dengan AS, karena AS kini menjadi satu-satunya negara adidaya dengan posisi
yang dominan di bidang ekonomi, budaya, militer dan tatanan global. ( buku pak
nanang hal 98)
Hubungan
internasional Indonesia dengan AS sudah terjalin sebelum Indonesia merdeka.
Pada masa itu as memiliki peranan penting dalam membantu Indonesia lepas dari
penjajah. Hubungan kedua negara ini mengalami pasang surut karena berbagai
macam faktor. Landasan hubungan kedua negara ini adalah asas bangsa negara yang
dianut oleh keduanya, sementara Indonesia lebih menekankan hubungan dengan AS
berdasarkan kepentingan nasional dan kemanfaatannya bagi rakyat Indonesia.
Berdasarkan
landasan kepentingan nasional dan kemanfaatan bagi rakyat yang sekarang
dijadikan pedoman Indonesia dalam menjalin hubungan dengan AS maka Indonesia
lebih menekankan pada sifat kerjasama dengan kemitraan komperenshif dan
menjadikan Amerika sebagai teman bukan lagi lawan seperti yang diungkapkan oleh
Dubes RI untuk AS.
Dengan
kemitraan komperenshif yang terjalin antara AS dengan Indoesia berbagai
kerjasama telah dilakukan seperti dalam bidang keamanan dan perekonomian.
Selain itu munculah kerjasama dalam bidang pendidikan yaitu AS meluncurkan
beasiswa untuk Indonesia. Beasiswa yang diberikan AS kepada Indonesia ini
senilai 803 M. beasiswa ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas belajar dan
mengajar diberbagai kota/kabupaten.
Pemandangan
lain dari hubungan internasional antara Indonesia dengan AS yang memiliki
kemitraan komperenshif yang semaikn meningkatkan kerjasama dan mempererat
hubungan antar negara adalah keadaan penduduk yang berada di kawasan PT.
Freeport milik AS. Ditengah polemik atau permasalahan yang ada akibat PT.
Freeport di Papua menjadikan keganjalan tersendiri dalam hubungan yang terjalin
antara AS dengan Indonesia.
Sumber
daya alam yang dimiliki Indonesia yang berupa pertambangan sebagian besar dikuasai
oleh asing, padahal seKtor pertambangaan ini mempunyai peran yang besar dalam
perekonomian negara. Sebagian besar sector pertambanagan ada di Papua.
Dua belas jenis barang
tambang yang dilaporkan dan diunggulkan Indonesia karena memiliki nilai
ekonomis tinggi, dua diataranya adalah minyak bumi dan gas bumi., dua barang
tambang tersebut kuantitas produksinya sangat mempengaruhi kondisi perekonomian
Indonesia, karena selalu digunakan sebagai salah satu asumsi dasar dalam tiap
kali perencanaan APBN.(BUKU pERPUs HAL 48)
Namun dalam
kenyataannya sector yang seharusnya dapat menjadi ladang bagi Indonesia
sebagian besar dikuasai oleh Freeport.
Pembagian
saham PT. Freeport yang ada untuk saat ini masih bisa dibilang tidak layak jika
untuk Indonesia hanya sebesar 9.36% meskipun sudah diberlakukan pelepasan saham
publik tapi nilai untuk pemerintah dengan hanya 9.36% tidak sebanding dengan
kerugian yang dialami oleh rakyat sekitar pertambangan. Selain itu karena Indonesia
adalah pemilik bahan tersebut yang mana
seharusnya saham yang diperoleh oleh Indonesia jika tidak lebih besar maka
setara dengan pengelolah yaitu 50% dengan 50%. Namun kenyataannya jauh sekali karena
saham yang dimiliki oleh PT. Freeport itu jauh lebih besar sebesar 90.36% angka
ini begitu jomplang.
Permasalahan
yang timbul dari PT. Freeport ini tidak berhenti pada saham saja. Kerugian yang
dialami oleh penduduk sekitar jauh lebih penting, berbagai macam kerusakan
lingkungan terjadi antara lain pencemaran laut, hilangnya hutan-hutan yang
tidak berjumlah sedikit setiap tahun 300.000 hektar hutan hilang, dan
pembuangan limbah yang berdampak pada masyarakat sekitar. Ini semua belum
sebanding dengan apa yang didapat oleh pemerintah Indonesia dari kerjasamanya
dengan AS.
Timbulnya
bebagai masalah dari adanya PT. freepport as ini tidak menjadikan AS gerah bahkan
AS semakin gencar ingin mengajukan perpanjangan kontrak karyanya (KK) di Papua hingga tahun 2041. Padahal kontrak
karya (KK) tersebut habis pada tahun 2012 ini.
Kedudukan
Indonesia yang seperti ini memang sulit untuk dimengerti, disisi lain
pemerintah sedang menjalin hubungan yang baik dengan pemerintahan AS namun
disisi lain juga rakyat mengalami kerugian yang ditimbulkan oleh perusahaan
miliki negeri paman sam ini.
Terlepas
dari semua yang ada memang setiap negara tidak dapat berdiri sendiri sehingga
harus menjalin hubungan dengan negara lain dalam berbagi bidang untuk saling
melengkapi kebutuhan masing-masing negara termasuk Indonesia. Namun dalam
setiap hubugan yang dijalin negara harus memiliki strategi tersendiri untuk
dapat memenuhi kebutuhannya tanpa harus mengorbankan pihak-pihak tertentu.
Seperti Indonesia dalam menjalin hubugan dengan AS kini telah memiliki hubungan
kemitraan komperenshif yang harusnya bisa menjadi jalan untuk menyelesaikan
permasalahan yang ada pada PT. Freeport agar tidak merugikan rakyat Papua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar