GENDER
DAN PENDIDIKAN
Kesenjangan
dalam bidang pendidikan yang ada di propinsi
jawa tengah adalah tentang angka melek huruf yang dimiliki oleh perempuan lebih
rendah dari laki-laki. Perbedaan angka
melek huruf sangat nyata terlihat pada tahun 2003-2005
2003:
lk 91,29 pr 80,47 2004: lk 92,10 pr 81,49 2005: lk 92,34 pr 82,64
Sumber
SU SENAS 2003,2004, 2005
Dari
data diatas dapat diketahui bahwa kesenjangan
angka melek huruf antara laki-laki dan perempuan sangat nampak. Hingga
tahun 2005 perbedaan itu masih mencolok. Walaupun tiap tahunnya mengalami
penigkatan tapi belom sebanding, sehingga dapat disimpulkan bahwa kesadaran
akan pendidikan untuk perempuan masih belum dapat diciptakan oleh masyarakat.
Perbedaan
angka melek huruf yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain,
anggapan masyarakat yang sudah mendarah daging tentang pendidikan untuk kaum perempuan itu tidak penting karena
perempuan hanya bekerja pada sector domestic, yang ruang lingkup
pekerjaannya hanya didalam rumah sebagai ibu rumah tangga sehingga pendidikan
tidak diperlukan.
Pemahaman
tentang tafsir ayat Alqur’an dan hadist yang mandek,
artinya pemahaman tentang pemaknaan sebuah ayat dan hadist tidak dimaknai
secara utuh sehingga menimbulkan persepsi yang tidak sesuai. Di Indonesia sendiri
budaya patriarkhi masih menjadi
keutamaan tersendiri bagi kaumnya sehingga hanya kaum laki-laki lah yang patut
dan layak mendapat pendidikan tinggi. Misalnya keluarga yang menganut sistem
kekerabatan patriarkhi jika memiliki anak perempuan dan laki-laki dan hanya
memilliki biaya untuk menyekolahkan satu anak maka anak lai-laki yang akan
disekolahkan hingga kejenjang yang tinggi.
Peraturan
pemerintah yang pernah ada juga menjadikan factor
mengakses pendidikan untuk kaum perempuan menjadi cukup sulit. Seperti kasus
yang pernah ditemui, jika ada siswi yang hamil maka tidak akan diizinkan untuk
mengikuti ujian. Peraturan yang sedemikian ini sangat merugikan kaum perempuan
yang kedudukannya adalah sebagai korban sementara kaum laki-laki yang menjadi
pelaku tidak mendapat sanksi yang seimbal. Sebagaimana yang diderita oleh kaum
perempuan, bias gender di kasus seperti ini sangat nampak.
Untuk
mengatasi kesenjangan gender yang ada maka dibutuhkan beragai tindakan yang
dapat menghentikan kesenjangan yang ada dalam pendidikan untuk kaum perempuan. Melibatkan kaum perepuan secara langsung
dalam program-program yang berhubungan dengan pendidikan agar suara
perempuan dapat didengarkan. Melibatkan
perempuan dalam program pengembangan masyarakat, serta berbagai kegiatan yang memungkinkan kaum perempuan
terlibat dan menjalankan kekuasaan sector public (Mansour Fakih : 2012).
Dengan
keterlibatan kaum perempuan dalam sector public maka pandangan bahwa perempuan
hanya ada dalam sector domestic akan menghilang sehingga perempuan akan
mendapatkan tempat untuk menempuh pendidikan tinggi yang dapat menempatkan
mereka pada sector public layaknya kaum laki-laki. Hal seperti ini juga kan
mengurangi angka buta huruf serta meningkatkan angka melek huruf kaum perempuan
yang awalnya jauh dibawah kaum laki-laki.
Peningkatan
angka melek huruf pada jenis kelamin perempuan mulai Nampak
pada tahun 2008, kesadaran masyarakat
sudah mulai terbangun sehingga partisipasi
dalam pendidikan oleh kaum perempuan menjadi lebih baik. Dari kesadaran masyarakat
untuk mengenyam pendidikan bagi kaum perempuan akan menurunkan angka buta huruf
bagi perempuan. Sesuai data yang didapat dari SUSENAS 2008 yakni:
Data
melek huruf usia 15-24 tahun 2008
Laki-laki
99,71 pr 99,76
Tidak ada komentar:
Posting Komentar